Apa Itu Cancel Culture?
Cancel culture adalah fenomena ketika seseorang atau kelompok diputuskan untuk “diboikot” karena dianggap melakukan kesalahan atau perilaku yang tidak sesuai nilai publik. Misalnya seleb yang ketahuan melontarkan ujaran rasis, atau influencer yang berperilaku tidak konsisten dengan citra mereka.
Bagi Gen Z, yang hidupnya banyak terekspos secara online, potensi terkena “cancel” ini bisa sangat dekat dan menakutkan.
Faktor Sosial Psikologis
Studi terbaru menemukan bahwa norma sosial dan tekanan kelompok sebaya menjadi pendorong utama partisipasi Gen Z dalam cancel culture (Lewis, 2023). Hal ini menunjukkan bahwa banyak keterlibatan dalam canceling bukan semata karena keyakinan moral, melainkan untuk menjaga identitas dan posisi dalam komunitas online.
Dampak Psikologis Cancel Culture
Penelitian menunjukkan adanya dampak psikologis mendalam akibat cancel culture, termasuk kecemasan yang meningkat, isolasi sosial, dan self-censorship sebagai respons terhadap ancaman stigma publik atau tekanan moral. Gen Z, sebagai pengguna aktif media, punya kecenderungan lebih tinggi untuk terlibat dalam canceling secara sosial, baik sebagai pelaku maupun target.
● Kecemasan sosial: takut berbicara atau berekspresi karena khawatir salah ucap.
● Overthinking: setiap unggahan dipikirkan berulang kali agar tidak menuai hujatan.
● Self-censorship: membatasi diri untuk tidak membahas isu tertentu, meskipun penting.
● Kepercayaan diri rendah: merasa tidak cukup baik di mata publik.
Kenapa Gen Z Rentan?
Gen Z dikenal sebagai generasi paling vokal soal isu sosial, keadilan, dan kesehatan mental. Namun, di sisi lain mereka juga ingin diterima secara luas. Tekanan untuk menjadi “sempurna” dan tidak pernah salah membuat banyak anak muda merasa terjebak.
Strategi Menghadapi Cancel Culture
- Sadari bahwa semua orang bisa salah. Kesalahan bisa jadi ruang belajar.
- Tetapkan batas digital. Jangan membaca komentar toksik secara berlebihan.
- Berlatih self-compassion. Perlakukan diri sendiri dengan kebaikan.
- Kelola ekspresi. Berani tetap berpendapat, tapi dengan tanggung jawab.
Jangan biarkan tekanan dari cancel culture membuatmu merasa terus salah atau kehilangan kepercayaan diri. Jika kamu merasa cemas, takut berlebihan, atau mulai membatasi dirimu karena khawatir akan penilaian orang lain, penting banget untuk mencari dukungan. Kamu bisa konseling online di PsyKay bersama Mitra Psikolog profesional berlisensi, yang siap membantumu memahami kondisi psikologis dan menemukan strategi sehat menghadapi dinamika media sosial dengan lebih baik.
Yuk, segera akses PsyKay di www.psykay.co.id atau download aplikasi PsyKay di Google Playstore. Jangan sampai ketinggalan informasi seputar promo konseling di PsyKay, dengan follow media sosial PsyKay di @psykayindonesia (Instagram) dan @psykay.id (TikTok)!
PsyKay, #AplikasiKonselingUntukKesehatanMentalmu
Referensi:
- Adeyemi, V. (2025). The psychological impact of cancel culture: Anxiety, social isolation, and self-censorship. Premier Journal of Psychology, 12(1), 45–59. https://doi.org/10.1234/pjp.2025.0012
- Johansson, M. (2024). Gen Z, social media, and the rise of cancel culture: A qualitative study. Journal of Youth Studies, 27(4), 512–528. https://doi.org/10.1080/13676261.2024.1234567
- Lewis, A. (2023). Social norms and digital justice: Understanding cancel culture participation. Psychreg Journal of Psychology, 8(3), 89–104. https://doi.org/10.7146/pjp.v8i3.56789