Bagaimana Prevalensi Bullying di Indonesia?
Bullying di Indonesia terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari kekerasan fisik, verbal, hingga cyberbullying. Sebuah survei oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) pada tahun 2018 menunjukkan bahwa sekitar 41,1% anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan, dan 22,4% di antaranya adalah korban bullying. Angka ini menunjukkan bahwa bullying merupakan masalah yang luas dan memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak.
Mengapa Bullying Terjadi?
Dalam psikologi, bullying dianggap sebagai hasil dari interaksi berbagai faktor, termasuk:
- Faktor Keluarga: Pola asuh yang otoriter atau permisif serta lingkungan rumah yang tidak stabil dapat memicu perilaku agresif pada anak. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh tekanan atau kekerasan lebih mungkin untuk menjadi pelaku bullying.
- Faktor Sekolah: Lingkungan sekolah yang kurang mendukung atau tidak memiliki kebijakan anti-bullying yang efektif dapat memperburuk masalah ini. Biasanya, kurangnya pengawasan dan intervensi dari guru atau pihak sekolah mendorong pelaku bullying merasa aman untuk terus melakukan tindakan tersebut.
- Faktor Sosial dan Budaya: Budaya hierarkis dan norma-norma sosial yang memperkuat konsep dominasi dan kekuasaan di Indonesia juga berkontribusi terhadap munculnya perilaku bullying. Stereotip dan diskriminasi berdasarkan status sosial, etnis, atau orientasi seksual juga dapat menjadi pemicu bullying.
Dampak Psikologis Bullying Cukup Ekstrim
Bullying memiliki dampak psikologis yang serius pada korban, pelaku, dan saksi. Beberapa dampak psikologis dari bullying meliputi:
- Pada Korban: Korban bullying sering mengalami masalah psikologis seperti depresi, kecemasan, rendahnya harga diri, dan dalam kasus ekstrim, dapat memicu pikiran atau tindakan bunuh diri. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry menemukan bahwa korban bullying memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami masalah kesehatan mental jangka panjang dibandingkan anak-anak yang tidak mengalami bullying.
- Pada Pelaku: Pelaku bullying juga rentan terhadap masalah psikologis. Mereka lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku antisosial dan kekerasan di masa dewasa. Studi lain dalam Journal of Adolescence menunjukkan bahwa pelaku bullying yang tidak diintervensi lebih mungkin untuk mengembangkan gangguan perilaku dan menghadapi kesulitan dalam hubungan interpersonal di kemudian hari.
- Pada Saksi: Anak-anak yang menyaksikan bullying juga dapat mengalami stres emosional dan kecemasan, terutama jika mereka merasa tidak mampu untuk campur tangan atau membantu korban.
Upaya Mengatasi Bullying di Indonesia
Mengatasi budaya bullying di Indonesia memerlukan pendekatan yang melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
- Edukasi dan Kampanye Anti Kekerasan: Meningkatkan kesadaran tentang dampak bullying melalui kampanye di sekolah dan media sosial dapat membantu mengurangi stigma dan meningkatkan pelaporan kasus bullying.
- Kebijakan Sekolah yang Tegas: Sekolah harus memiliki kebijakan anti-bullying yang jelas dan tegas, serta memberikan pelatihan kepada guru dan siswa tentang cara mencegah dan menangani bullying.
- Dukungan Psikologis: Memberikan dukungan psikologis bagi korban, pelaku, dan saksi bullying melalui konseling dan terapi dapat membantu meminimalkan dampak jangka panjang.
- Peran Orang Tua: Orang tua harus aktif dalam mendidik anak-anak mereka tentang pentingnya empati dan menghargai perbedaan, serta menciptakan lingkungan rumah yang aman dan mendukung.
Bullying di Indonesia adalah masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, dan pendidikan. Dampaknya terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan psikologis sangat signifikan, tidak hanya bagi korban, tetapi juga bagi pelaku dan saksi. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaboratif dari semua pihak untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan suportif bagi anak-anak dan remaja di Indonesia.
Referensi:
Arseneault, L., Bowes, L., & Shakoor, S. (2010). Bullying victimization in youths and mental
health problems: ‘Much ado about nothing’? Psychological Medicine, 40(5), 717-729.
Copeland, W. E., Wolke, D., Angold, A., & Costello, E. J. (2013). Adult psychiatric outcomes
of bullying and being bullied by peers in childhood and adolescence. Journal of the
American Medical Association Psychiatry, 70(4), 419-426.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). (2018). Survei
Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2018.
Ttofi, M. M., Farrington, D. P., Lösel, F., & Loeber, R. (2011). Do the victims of school bullies
tend to become depressed later in life? A systematic review and meta-analysis of
longitudinal studies. Journal of Aggression, Conflict and Peace Research, 3(2), 63-73.