Fenomena Brainrot: Ketika Otak Kelelahan karena Konten Digital yang Terlalu Banyak dan Terlalu Dangkal?

Apa itu Brainrot? Secara istilah populer, brainrot merujuk pada kondisi di mana otak terasa “rusak” atau “menurun fungsinya” karena terlalu banyak mengonsumsi konten digital dangkal, repetitif, absurd, atau terlalu cepat, Seperti:

Brainrot
  • Video TikTok / Reels Instagram berdurasi 10 – 15 detik dengan irama aneh dan unik.
  • Meme-meme absurd seperti: “Tung tung tung sahur,” “Brr Brr Patapim,” “Unta Tobi Tob Tob”, “Tralarelo Tralala”, atau “Capuchino Assassino.”
  • Kebiasaan doomscrolling — menggulir (scrolling) tanpa henti, tanpa tujuan jelas.

Meskipun bukan istilah klinis yang resmi, konsep brainrot kini ditelaah secara serius dalam dunia psikologi dan ilmu saraf karena berkaitan erat dengan perubahan pola pikir, perhatian, hingga motivasi manusia modern.

Apa Kata Ilmu Pengetahuan?

1. Gangguan Fungsi Eksekutif Otak

Penelitian terbaru yang dirangkum dalam Brain Sciences (MDPI, 2023) menyebut bahwa penggunaan internet yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan fungsi eksekutif, yaitu kemampuan untuk fokus, membuat keputusan, dan mengendalikan dorongan impulsif.

2. Kecanduan Video Pendek Mengganggu Memori Prospektif.

Dalam studi eksperimental tahun 2023, kelompok pengguna TikTok mengalami penurunan signifikan dalam memori prospektif; yaitu kemampuan mengingat dan menjalankan rencana di masa depan. Sementara pengguna Twitter atau YouTube tidak menunjukkan gangguan yang sama.

3. Perubahan Neurologis Karena Video Pendek.

Studi fMRI menunjukkan bahwa pengguna berat video pendek (short-form video addicts) mengalami peningkatan aktivitas di area otak yang berkaitan dengan sistem reward (hadiah) dan gangguan struktur pada bagian otak yang mengatur pengendalian emosi dan keputusan jangka panjang.

4. Kasus Di Indonesia: Gangguan Konsentrasi pada Anak.

Studi fenomenologis di jurnal ToFedu (2024) menemukan bahwa anak-anak usia sekolah dasar yang terlalu sering terpapar video TikTok dan game mobile mengalami kesulitan konsentrasi, kelelahan kognitif, dan keterlambatan dalam pemrosesan tugas sekolah.

5. Overstimulasi dan Kelelahan Mental.

Studi dari PubMed (2024) menyatakan bahwa konten media sosial yang terus-menerus dan repetitif menyebabkan overstimulasi korteks prefrontal (otak bagian depan), memicu kelelahan mental, gangguan pengambilan keputusan, dan penurunan empati sosial.

Bagaimana Brainrot Terjadi Secara Psikologis?

Mekanisme Otak

Penjelasan

Overload Dopamin

Konten cepat dan menyenangkan memberi ledakan dopamin → bikin nagih.

Mental Shortcut

Otak jadi malas berpikir panjang, terbiasa dengan hal instan dan absurd. Risiko rentan terhadap generalisasi dan miskonsepsi.

Distraksi Kronis

Notifikasi dan scroll tak berujung mengganggu fokus jangka panjang.

Kondisi yang Palsu

Merasa produktif saat konsumsi konten → padahal hanya stimulus kosong.

Efek Psikologis Brainrot

Negatif:

  •  Penurunan fokus dan Perhatian
  • Penurunan toleransi terhadap hal membosankan (misalnya belajar atau kerja).
  • Gangguan tidur akibat screen exposure berlebihan.
  • Sensasi “kosong” meskipun terhibur.

Positif (Jika di Kontrol):

  • Mood booster dan self-soothing
  • Sarana ekspresi dan humor kolektif.
  • Bisa digunakan sebagai alat komunikasi sosial baru.

Tips Mengelola Konsumsi Konten agar Tidak Mengalami Brainrot

  1. Atur jam khusus screen time. Gunakan tools seperti digital wellbeing atau screen timer.
  2. Prioritaskan konten berkualitas. Tonton video yang mengedukasi dan memancing refleksi diri.
  3. Aktif secara fisik dan sosial. Gerakkan tubuhmu, olahraga, dan ngobrol sama orang secara langsung.
  4. Sadari motifmu saat buka HP. Apakah karena bosen? Kabur dari tugas? Cek terus niatnya.
  5. Praktikkan mindful scrolling. Tanamkan rasa cukup saat sedang scrolling dan berhenti scrolling saat merasa cukup, bukan saat kontennya habis.

Fenomena brainrot bukan hanya soal lucu-lucuan di internet—tapi juga cerminan dari tantangan psikologis kita di era post-digital. Otak manusia memang adaptif, tapi juga rentan terhadap overload. Kalau kita bisa tertawa karena meme “tung tung tung sahur” sambil tetap menjaga produktivitas dan well-being, artinya kita menang.

Jangan sampai gejala adiksi atau ketergantungan yang berlebihan, terutama ketika scrolling media sosial, mengganggu kehidupan dan fungsi sehari-harimu! Segera cari pendampingan dan dukungan profesional kesehatan mental. Kamu bisa konseling online di PsyKay bersama Mitra Psikolog profesional berlisensi untuk membantu mengatasi gejala kelelahan mental dan mengetahui kondisi psikologis kamu dengan lebih baik.

Yuk, segera akses PsyKay di www.psykay.co.id atau download aplikasi PsyKay di Google Playstore. Jangan sampai ketinggalan informasi seputar promo konseling di PsyKay, dengan follow media sosial PsyKay di @psykayindonesia (Instagram) dan @psykay.id (TikTok)!

PsyKay, #AplikasiKonselingUntukKesehatanMentalmu

Referensi:

  1. Dong, D., Wang, Y., Yao, Y., Zhang, R., & Xu, J. (2023). Internet Use and Cognitive Functions: Findings from a Systematic Review. Brain Sciences, 15(3), 283. https://doi.org/10.3390/brainsci15030283

  2. Jiang, M., Shi, J., Liang, J., Liu, L., & Zhao, Z. (2023). Does TikTok Really Cause Brain Rot? A Comparative Study of Social Media Video Apps on Prospective Memory. arXiv. https://arxiv.org/abs/2302.03714
  3. PsyPost. (2024, January 16). New study links short video addiction to brain abnormalities. PsyPost. https://www.psypost.org/does-tiktok-really-cause-brain-rot-new-study-links-short-video-addiction-to-brain-abnormalities/

  4. Herlambang, D., & Wahyuni, L. S. (2024). Dampak Penggunaan TikTok terhadap Konsentrasi Belajar Anak Usia Sekolah Dasar. ToFedu: Journal of Teaching and Education, 3(2), 155–164. https://journal.tofedu.or.id/index.php/journal/article/view/408

  5. Zhang, Y., Liu, Z., Li, M., & Wang, H. (2024). The Role of Prefrontal Cortex Overstimulation in Social Media-Induced Mental Fatigue. PubMed Central. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/40149804/